Ironis memang, di saat bangsa ini sedang mengalami keterpurukan identitas dan jati diri justru banyak kalangan lebih condong melihat permasalahan bangsa lain. Membangun rasa kepedulian dan solidaritas antar sesama warga dunia memang perlu dan harus, tetapi pondasi yang dipakai untuk melandasi hubungan itu perlu di tinjau ulang. Kalau hanya karena sentimen agama maka hal itu tidak perlu di besar-besarkan. Banyak permasalahan dalam negeri kita sendiri perlu pembenahan. Lalu adakah yang salah dengan sistem kenegaraan kita? atau justru malah kesadaran kolektif kitalah yang sedang mengalami degradasi?
Menyatukan perbedaan
Para Founding fathers kita sebetulnya telah meletakkan pondasi yang sangat kokoh dalam merekatkan hubungan kita sebagai satu bangsa. Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah saripati dari perjalanan panjang budaya yang berkembang di nusantara ini. Sebuah gagasan dan konsep yang paling ideal yang bisa digunakan dalam merekatkan hubungan kita sebagai sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang menampung banyak kemajemukan. Dan bila hal ini benar-benar diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka kejayaan bangsa akan benar-benar bisa di capai.
Para leluhur kita sering menasehati bahwa sebuah bangsa yang kehilangan jatidirinya, sebuah bangsa yang tercerabut dari akar budayanya sendiri mustahil mampu berdiri tegak sebagai sebuah bangsa yang besar dan di segani. Ia hanya akan menjadi bulan-bulanan serta ladang empuk bagi kepentingan asing.
Kesalahan kita
Dalam literatur leluhur diceritakan bahwa akan ada dua buah kekuatan besar yang mencengkeram bangsa ini, dan bangsa ini tidak akan pernah berjaya bila dua kekuatan itu tidak segera hengkang dari persada nusantara ini. Kekuatan yang menyebabkan kita lupa akan jati diri kita. Yaitu kekuatan ideologi yang berdasar pada pandangan sempit terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam pemahaman keagamaan kita. Serta kekuatan yang berasal dari dominasi serta arogansi asing yang melumpuhkan sendi-sendi ekonomi dan kehidupan kemasyarakatan kita.
Setiap aksi terorisme, makar dan segala konflik perpecahan yang terjadi di negeri ini banyak disebabkan oleh rasa fanatisme keagamaan. Agama yang seharusnya mewadahi nilai kemanusiaan banyak bergeser fungsi menjadi alat untuk meraih kekuasaan. Selain memaksakan pola pandang agama dalam kehidupan bermasyarakat tentunya. Memaksakan hukum agama dalam hukum kenegaraan hal itu tentunya bertentangan dengan kesepakatan dan semangat para pendahulu dalam merumuskan dasar kita dalam membentuk ikatan NKRI.
Ketergantungan kita dengan dominasi negara asing beserta aspek-aspek pendukungnya juga merupakan salah satu permasalahan terbesar bangsa ini. Kemandirian serta kemampuan kita untuk mengolah dan memanage sumber daya yang ada tentunya sangat di perlukan.
Menjawab persoalan
Menanamkan kembali semangat nasionalisme dan kembali berkiblat kepada akar budaya bangsa adalah solusi yang paling tepat dan bijaksana. Berkaca pada sejarah pada negara-negara besar yang memperoleh prestasi terdepan dalam kancah dunia adalah negara yang mempunyai akar yang kuat terhadap budaya aslinya. Dan tidak pernah ada idealisme import mampu membawa perbaikan yang nyata. Seperti kasus yang melanda republik ini. Perubahan hanya bisa terjadi dan di mulai dari dalam.
Semoga bangsa ini cepat menyadarinya kekeliruannya .... Semoga.........
Salam Ibu Pertiwi. Jaya Indonesia.
No comments:
Post a Comment