Renungan Tentang “Deprogramming Mind”, Pemrograman Kembali Pikiran, Masalah Universal Umat Manusia
Ditulis oleh : Triwidodo Djokorahardjo.
Sepasang suami istri tengah membicarakan uraian tentang “mind” di Buku “Bodhidharma”. “Bodhidharma, Kata Awal Adalah Kata Akhir”, judul lengkapnya. Buku karya Bapak Anand Krishna terbitan Gramedia Pustaka Utama.
Sang Istri: “Mind” konon dapat diibaratkan sebagai perangkat lunak “komputer manusia”. Dibutuhkan perangkat keras agar ia bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Otak adalah perangkat keras yang dibutuhkannya....... Kemudian, sudah semestinya selama masih memiliki otak, perangkat lunak atau “mind” itu dapat di-“over write” dan dapat dirancang kembali. Juga dapat diubah total, sehingga sama sekali berbeda dari program asli. Sehingga Isi “mind” bukanlah harga mati. “mind” itu “rewritable”, bisa diubah bisa diganti......... Seorang bayi memiliki karakter bawaan. Diprogram oleh orang tua, pendidikan dan lingkungan. Kebenaran baginya adalah Kebenaran dalam kerangka program yang diberikan. Lain orang tua, lain pendidikan dan lingkungan, bisa berbeda pandangan tentang Kebenaran. Bukankah itu memungkinkan terjadinya indoktrinasi pandangan? Seseorang merasa beriman dan bertindak benar dengan melakukan kekerasan. Padahal dia hanya melakukannya atas dasar pikiran bawah sadar yang telah diprogram, yang berulang-ulang secara sistematis ditanamkan.
Sang Suami: Benar istriku, seorang teman Face Book dari Pakistan menuliskan pandangannya. Tentang kondisi kekerasan di Pakistan yang tak ada habis-habisnya..... Seorang anak lelaki kecil diasramakan di madrasah terpencil di perbatasan negara. Dia dijauhkan dari dunia dan dihalangi agar tidak berinteraksi dengan manusia. Dia didoktrin dengan agama versi yang ekstrim dan diyakinkan bahwa dia bukan milik dunia. Dia diajari tentang dunia indah yang menunggunya di surga. Dan bahwa dalam rangka mencapai surga dia harus memusnahkan semua hal yang menghalanginya. Termasuk tubuh miliknya...... Pada saat dia remaja, anak ini telah menjadi lebah jantan, pria yang bukan manusia yang siap “menyengat” siapa saja. Para sutradara pemanipulasi “mind” punya banyak remaja segar ala robot yang mudah dikendalikan mereka. Atas pesan SMS para remaja siap meledakkan diri mereka...... Teman tersebut menjelaskan ini adalah eksperimen yang berkembang pesat di Pakistan. Sangat menakutkan. Dan pencucian otak ini setaraf apabila tidak lebih buruk daripada perbaikan keturunan versi Nazi Jerman. Dahulu Nazi berbuat atas nama ilmu pengetahuan. Dan kini di Pakistan, dilakukan atas nama Agama dan Tuhan. Demikian ungkapan seorang teman dari Pakistan.
Sang Istri: Bila demikian, masalah utama umat manusia masa kini adalah masalah “condittioning”, masalah “mind-programming”, pemrograman pikiran. Pembawa ideologi sosialis maupun liberalis saling berebut untuk mempengaruhi pandangan. Saat ini keduanya sudah mengadakan penyesuaian-penyesuaian demi perbaikan. Kemajuan informasi membawa dampak sampingan pengaruh globalisasi “food, fashion and fun” yang kadang mengkhawatirkan..... Untuk itu ada kelompok yang membentengi diri dengan adat dan tradisi lama atas nama agama. Kematian adalah ketakutan manusia yang paling utama. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sana. Untuk itu, ada yang sejak kecil anak sudah diprogram untuk mempercayai keyakinan tertentu. Di luar keyakinan itu neraka menunggu. Mereka menganggap hal tersebut perlu agar tidak terpengaruh keyakinan baru.
Sang Suami: Dalam Buku “Menemukan Jati Diri, I CHING Bagi Orang Modern” karya Bapak Anand Krishna. Diuraikan bahwa tanpa kita sadari kita sudah terkondisi, terprogram untuk mempercayai hal-hal tertentu akibat program-program lama. Padahal kepercayaan harus berkembang sesuai dengan kesadaran kita............ Seorang anak kecil mempercayai ibunya. Menjelang usia remaja, ia mulai mempercayai para sahabatnya dan pacarnya. Kalau sudah bekerja, ia akan mulai mempercayai rekan sejawatnya. Bersama usia dan pengalaman hidup , kepercayaan dia pun terus berkembang juga. Ia bahkan mulai mempercayai berita di koran, siaran radio dan televisi, percaya mass media. Kepercayaan yang berkembang terus ini sangatlah indahnya. Kepercayaan yang berkembang terus itu membuktikan bahwa kesadaran pun meningkat juga. Sampai pada suatu ketika, akan tiba saatnya untuk mempercayai Keberadaan, Tuhan atau apa pun sebutan-Nya. Pada saat itu, kepercayaan baru bisa disebut “spiritual”.
Sang Istri: Seorang anak kecil di bawah usia lima tahun memperoleh informasi Kebenaran dari orang tua, masyarakat dan lingkungannya. Lalu, berdasarkan “programming” yang diperolehnya ia menjadi Hindu atau Muslim atau Kristen atau Katolik atau Buddhis, atau entah apa. Ia mulai melihat Kebenaran dari satu sisi, dan kemudian seumur hidup ia hanya melihat Kebenaran dari satu sisi saja. Kebiasaan dia melihat Kebenaran dari satu sisi ini menganggap salah keyakinan yang berbeda. Dan, karena kebiasaan ini ditanamkan lewat conditioning agama, solusinya harus lewat agama pula. Apabila seseorang bisa menerima bahwa agama adalah jalan menuju Tuhan, dia telah terbebaskan dari conditioning sebelumnya. Ia bisa menerima Kebenaran seutuhnya, tidak lagi melihat dari satu sisi saja. Pandangan dia sudah mengalami perluasan, telah terjadi revolusi dalam dirinya. Hanya hal tersebut gampang di kata, sulit mempraktekkannya. Karena dia harus mereformasi pola pikiran lamanya. Yang synap sarafnya sudah terbentuk hampir permanen sejak balita. Bahkan mungkin synap bawaannya sudah diturunkan secara genetik oleh orang tuanya.
Sang Suami: Membebaskan diri dari conditioning agama juga tidak berarti bahwa seseorang melepaskan agama. Karena agama itu memang merupakan jalan menuju Tuhan, Yang Maha Esa Adanya. Umat beragama tidak perlu pindah agama, karena jalan apa pun yang mereka tempuh menuju kepada-Nya. Memang jalannya tidak sama, jalannya berbeda, tetapi menuju Satu jua..... Seseorang akan memiliki wawasan baru tentang jalan dan tujuan, tentang agama dan Tuhan. Orang-orang yang berwawasan baru inilah yang Ibu Pertiwi butuhkan......
Sang Istri: Bangsa ini membutuhkan perubahan drastis, bukan perubahan sistem semata. Perubahan sistem tidak akan membantu banyak, selama pandangan manusia masih berpola lama. Yang dibutuhkan adalah perubahan dalam cara berpikirnya. "Revolusi Pemikiran" yang dibutuhkannya. Dibutuhkan revolusi untuk mengubah yang sudah terlanjur dogmatis pola pikirnya. Dibutuhkan Revolusi Kasih untuk mengubah pola pikir yang sudah terlanjur diselimuti oleh arogansi dan rasa benci terhadap keyakinan lainnya. Kasih adalah rasa hati, tidak berpikir untung rugi, hanya suka memberi dan selalu berupaya memahami.
Sang Suami: Umumnya, manusia memang berorientasi pada Otaknya atau Hatinya. Orientasi pada Otak melahirkan para saintis, para politisi, para pengusaha. Yang mahir mencari keuntungan dalam usahanya. Sementara itu, Orientasi pada Hati melahirkan para seniman, para penyair, penulis, pelukis dan tentu saja para pendidik dan para pemuka agama. Kelompok kedua ini tidak terlalu pintar dalam urusan hitung-menghitung, atau untung-rugi dari upayanya. Di tanah air kita, ada kalanya seorang artis, seorang pemandu kerohanian yang berorientasi hati menjadi pejabat negara. Kemudian seorang pengusaha yang berorientasi otak memasuki bidang pendidikan, sehingga tujuan pembinaan anak bangsa terpinggirkan oleh pencarian keuntungan semata. Kesimpang siuran antara otak dan hati membuat sebagian pemimpin nampak lembek, mereka mentolerir tindakan yang membahayakan persatuan bangsa. Ada satu keranjang apel yang baik dan mereka tidak tega membuang beberapa biji di antaranya yang sudah nampak busuknya. Penggunaan hati yang berlebihan akan menyebabkan rusaknya satu keranjang apel semuanya. Sudah tahu keseluruhan tubuh sehat, dan ada tumor yang ganas, maka dia harus tega mengangkatnya. Walau pun daging tersebut adalah saudara, bagian dari tubuhnya. Angkatan Bersenjata, Polisi, Jaksa dan hakim harus tegas demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sang istri: Dalam buku Vedaanta, karya Bapak Anand Krishna disampaikan bahwa Beliau mengakui dan menerima kedua orientasi, “head oriented” dan “heart oriented” tersebut, dua-duanya sama pentingnya. Kendati demikian, Beliau juga memiliki visi tentang Manusia Baru, tentang “Neo-Man”. Dalam visi Beliau, Manusia Baru adalah Manusia Sempurna dalam pengertian “The Total Man”. Manusia “Lengkap”, Manusia Baru yang tidak diperbudak oleh hati maupun otaknya. Ia mengendalikan keduanya. Ia tahu persis kapan menggunakan hati, dan kapan menggunakan otaknya. Ia bukanlah “Pembantu” hati atau otak, ia adalah “Majikan” yang mengendalikan keduanya........ Semoga putra-putri bangsa bersedia menjadi “Neo-Man” demi kemajuan Indonesia. Semoga.........
Situs artikel terkait
http://www.anandkrishna.org/oneearthmedia/ind/
http://triwidodo.wordpress.com/
http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo
Mei, 2010.
No comments:
Post a Comment