Sepanjang usia, sepanjang umur, sepanjang hidup sepanjang jalan kenangan yang tersisa menorehkan selaksa pelajaran, segudang pengalaman yang mesti ditelaah lebih dalam. Dalam rentang waktu yang berjalan adakah kita telah merasa berdamai dengan diri sendiri. Ataukah justru hidup terlalu sibuk memacu konflik bathin yang tidak berkesudahan.
Aku mencoba berbicara dari hati kehati, dari jiwa ke jiwa, dengan hatiku dalam kedalaman jiwaku. Ya ini mengenai pandangan jiwa, bukan sesuatu yang lain. Ini bukan mengenai tampilan dan ukuran-ukuran badaniah semata, tapi mencoba aku ingin mencoba mengali sebuah makna yang lebih hakiki. Ya semuanya tentang jiwa.
Dalam ukuran- ukuran materi dan fisik yang kasat mata, siklus kehadiran manusia mudah dikenali. Ia akan mengalami proses lahir, tumbuh berkembang menjadi dewasa kemudian pelan-pelan menyusut akhirnya mati. Begitulah hal itu berulang-ulang terus, bagi mereka yang percaya pada proses inkarnasi. Hal itu akan berulang-ulang terus, tiada mengenal batas akhir.
Dan jiwa pun selalu berpindah-pindah raga untuk mengekspresikan diri, untuk tumbuh berevolusi dan belajar dari situasi-situasi, pikiran merangkai keinginan-keinginan, menabur hasrat-hasrat. Ialah motor penggerak terjadinya reaksi-reaksi, terjadinya konflik-konflik. Maka timbulah sebab-sebab dan akibat-akibat.
Rangkaian sebab dan akibat terus berputar, kadang tampak nyata, kadang bersembunyi sebagai misteri. Kadang dikenali sebagai keberuntungan-keberuntungan, kadang dikenali sebagai kebetulan-kebetulan, kadang dikenali kesialan-kesialan, ia terkenal sebagai permasalahan. Dan mereka tidak berputar sendiri, bergerak sendiri. Suka dan duka sedih dan gembira, selalu mengikuti kepergianya.
Pikiran dan peralatannya yaitu pancaindra, mendominasi setiap keberadaan rangkaian tersebut dalam kehidupan manusia. Pikiran terjebak dalam permainannya sendiri. Kepolosan jiwa yang agung mulai tercemar oleh pikiran-pikiran yang korup dan berbagai konsep-konsep buatannya.
Ia terlena oleh perputaran alur konsep-konsep, ia terlena oleh konflik-konflik yang menghinggapi jiwanya. Terlupa ia kembali ke sumber jiwanya yang abadi. “Kepolosan” .
Rangkaian hidup yang panjang sesungguhnya adalah media yang efektif bagi jiwa untuk berkembang meraih kesempurnaan. Namun sekian banyak konsep dan konflik membelitnya terlupa ia dengan tujuannya, pulang kerumah. Menggapai realisasi jiwa yang agung, jiwa yang kaya akan pemahaman, jiwa nan syarat pengalaman kearifan dan kebijaksanaan.
Sesungguhnya ketika jiwa menjadi jernih dan terbebas dari pikiran-pikiran liar dan konsep-konsep semu ciptaannya, ia telah titik akhir dari perjalanan jiwanya. Berasal dari cahaya yang polos, kemudian tampil dan terjarat konflik dan konsep, kemudian sanggup melepas setiap permasalahan dan kembali murni, jernih dan kaya. Kembali kepada kepolosan namun kepolosan itu lebih bersinar.Demikian sebatas renungan diri, saat ini.
Terimakasih Guru, Jaya Guru Deva.
21 October 2010
Belajar Kebijaksanaan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
>>>
-
-
-
No comments:
Post a Comment