18 July 2010

Pesan untuk Seorang Murid


“Semoga setiap tindak-tandukmu dilandasi oleh pelaksanaan yang benar, termasuk di dalamnya mempelajari dan mengajarkan berbagai skripsi suci; dilandasi oleh kebenaran dalam berkata-kata, perbuatan dan jalan pikiran; dengan menjauhi hasrat-hasrat duniawimu dan senantiaa berlatih (berbagai) tapa-brata; dengan mengendalikan dirimu; dengan senantiasa melaksanakan kewajiban-kewajibanmu sehari-hari dengan hati yang gembira dan pikiran yang tidak terikat.”

“Berwacana secara benar. Laksanakanlah kewajibanmu. Jangan sekali-kali dikau abaikan pelajaran yang tersirat di berbagai skripsi suci. Jangan sekali-kali kau pangkas jalinan (ikatan) suci ini. Jangan sekali-kali melenceng keluar dari kebenaran. Jangan menghindari jalan kebajikan. Pujalah Keagungan.”

“Semoga ibumu menjadi Tuhan bagimu’ Semoga ayahmu menjadi Tuhan bagimu; Semoga para tamu menjadi Tuhan bagimu juga; Laksanakan berbagai tindakan yang tidak membawa fitnah bagimu. Senantiasa berikanlah hormat bagi mereka-mereka yang agung.” “Apapun yang dikau berikan kepada orang-orang lain, berikanlah penuh cinta-kasih dan hormat. Dana-punia seyogyanya diberikan tanpa disertai kekikiran, dengan bahagia, rendah diri dan kesabaran (pengertian).”

“Seandainya pada suatu saat dikau merasa ragu-ragu apakah dikau benar atau tidak, maka ikutilah perbuatan-perbuatan para suci yang tanpanoda, yang penuh dengan berbagai keputusan yang bersifat bajik, dan merupakan perintah dari berbagai skripsi suci.” “Senantiasa jagalah tindak-tandukmu dengan baik. Ini adalah petunjuk, ini adalah ajaran, dan merupakan perintah dari berbagai skripsi-skripsi suci.”

“Barangsiapa memahami Hyang Brahman maka ia akan mencapai tujuan yang agung dan mulia. Hyang Brahman adalah realitas yang hadir senantiasa, Beliau adalah ilmu pengetahuan yang murni, dan senantiasa abadi. Barangsiapa faham akan kehadiranNya di dalam relung hati sanubari (teratai), maka insan ini akan manunggal (bersatu) denganNya dan menikmati segala karuniaNya.”

“Dari dalam diri Hyang Brahman, yang adalah Hyang Jati Diri, datanglah ether; dari ether datanglah udara; dari udara datanglah api; dari api datanglah air; dari air datanglah bumi; dari bumi terciptalah berbagai tumbuh-tumbuhan, dari berbagai tanam-tanaman ini datanglah bahan makanan; dari bahan makanan lahirlah raga manusia. Raga manusia ini terdiri intisari bahan makanan, raga ini adalah lapisan fisik dari Hyang Jati Diri.”

“Dari berbagai bahan makanan ini lahirlah berbagai makhluk, yang hidup dari makanan dan setelah kematian, mereka kembali ke bahan makanan lagi. Bahan makanan adalah pokok dari segala benda. Oleh karena itu disebutkan bahwasanya makanan adalah obat-obatan bagi penyembuhan berbagai penyakit yang hadir di raga manusia (dan) makhluk lainnya. Mereka-mereka yang memuja makanan sebagai Hyang Brahman akan mendapatkan semua obyek-obyek materi (duniawi). Dari makanan lahirlah semua makhluk –makhluk yang setelah dilahirkan tumbuh bersandarkan (bersumberkan) kepada makanan. Setiap makhluk menyantap bahan makanan; sewaktu kematian tiba, maka bahan makanan menyantap mereka.”

“Berbeda dari lapisan fisik raga ini, adalah lapisan vital. Lapisan ini berada di dalam lapisan fisik dan berbentuk serupa. Melalui lapisan vital ini berbagai indriyas melakukan beragam kegiatan mereka. Melalui proses ini manusia dan berbagai makhluk (fauna) dihidupi. Proses ini menentukan jangka hidup setiap makhluk. Barangsiapa yang memuja lapisan vital sebagai Hyang Brahman, akan hidup dan menyelesaikan jangka waktu kehidupannya. Lapisan ini disebut lapisan diti yang hidup dari lapisan fisik.”

“Berbeda dengan lapisan vital, adalah lapisan mental. Lapisan ini terlapis di dalam lapisan vital dan berbentuk serupa.”
“Kata-kata tidak akan mungkin mampu menuturkan keagungan karunia Hyang Brahman ini; sang pikiran tidak mampu menjangkaunya. Para resi yang memahami (fenomena) ini, bebas dari rasa khawatir. Lapisan mental ini adalah jati diri yang hidup dari lapisan vital.”
“Berbeda dari lapisan mental adalah lapisan intelektual (budhi). Lapisan ini terlapis di dalam lapisan mental dan berbentuk serupa.”

“Setiap tindakan (pelaksanaan), berbagai upacara pengorbanan dan ritual lain sebagainya, dilaksanakan melalui budhi ini. Setiap indriyas menghormati lapisan budhi ini. Barangsiapa yang memuja budhi sebagai Hyang Brahman, tidak akan pernah melakukan kesalahan; ia tidak akan pernah mengidentifikasikan dirinya dengan berbagai lapisan lainnya, dan tidak terpikat oleh berbagai hasrat dan keinginan sang raga.”

“Berbeda dengan lapisan intelektual (budhi) ini adalah lapisan sang ego. Lapisan ini terlapis di dalam lapisan sang budhi dan berbentuk serupa.” “Di luar jangkauan berbagai lapisan ini hadir Hyang Jati Diri. Sia-sialah kehidupan seorang manusia yang berpikir bahwasanya Sang Hyang Brahman itu tidak hadir. Hanya seseorang yang memahami hakikat Sang Hyang Brahman sebagai Yang Maha Hadir, akan benar-benar hidup.”
”Sesungguhnya pada saat-saat kematian seseorang yang bodoh tidak akan pernah mencapai Sang Hyang Brahman, namun hal ini dapat dicapai oleh seseorang yang bijaksana.” “Menghasratkan agar menjadi banyak, agar dirinya berbentuk beragam-ragam, Sang Hyang Brahmanpun bersemadi. Dengan jalan meditasi ini, Beliau menciptakan segala ciptaan.”

“Setelah menciptakan seluruh ciptaan ini, Beliau memasuki semua ciptaan ini, Beliau merubah Dirinya menjadi berbentuk dan tidak berbentuk (Saguna dan Nirguna Brahman), Beliau menjadi benda-benda dan makhluk-makhluk yang dapat dikenali maupun yang tidak dapat dikenali; Beliau menjadi ciptaan-ciptaan yang memiliki penunjang dan juga yang tidak memiliki penunjang; Beliau menjadi berbagai ciptaan yang sadar dan juga yang tidak memiliki kesadaran. Beliau menjadi berbagai ciptaan yang kasat mata (kasar) dan yang tidak kasat mata (halus, lembut). Beliau menjadi semua ciptaan apapun juga namanya; oleh karena itu para kaum yang bijak menyebutNya sebagai Yang Hakiki.”

“Berdasarkan kebenaran yang tertulis: Sebelum penciptaan terjadi maka Hyang Brahman hadir sebagai Sang Hyang Tak Bermanifestasi. Darinya ini, Beliau menciptakan Yang Bermanifestasi. Dari Dirinya Beliau menciptakan Dirinya sendiri. Oleh sebab itu Beliau disebut sebagai Yang Menghadirkan Dirinya Sendiri.”

“Yang Maha Menghadirkan Dirinya ini adalah intisari dari setiap kehidupan (ciptaan). Siapakah yang mampu hidup, mampu bernapas, seandainya Hynag Jati Diri yang penuh dengan karunia ini tidak bersemayam di dalam relung (teratai) sanubari masing-masing? Beliau itulah sebenarnya pemberi kebahagiaan.”

“Sewaktu seseorang insan memahami hakikat akan kehadiranNya dan persatuannya dengan Hyang Jati Diri ….. yang merupakan inti kehidupannya, yang jauh dari berbagai indriyas, yang tak berbentuk, yang tak dapat dijabarkan, jauh dari segala julukan ….. maka pada saat itulah ia akan melampaui rasa khawatirnya. Selama masih ada sedikit perasaan bahwa Beliau terpisah darinya, maka akan hadirlah rasa takut tersebut. Bagi seseorang yang merasa dirinya terpelajar, namun tidak memahami dirinya sebagai Hyang Brahman, yang sebenarnya menjauhkan segala bentuk katakutan, maka yang muncul malahan ketakutan itu sendiri.”
“Berdasarkan sesuatu perihal sehingga kebenaran ini tersurat: Karena takut akan Hyang Brahman, maka sang bayupun bertiup dan sang surya bercahaya; Karena takut kepada-Nya maka Indra sang dewa hujan, Agni sang dewa api, dan Yama, sang dewa kematian melaksanakan tugas-tugas mereka.”

“Siapakah yang dapat (mampu) hidup, yang mampu bernapas, seandainya Hyang Jati Diri yang penuh dengan karunia tidak bersemayam di dalam hati sanubari ini? Beliau itulah sebenarnya yang memberikan kebahagiaan.”

“Seperti apakah ciri-ciri kebahagiaan ini? Bayangkan (bandingkan) dengan kekayaan (harta-benda) milik seorang pemuda yang datang dari turunan ningrat, yang terpelajar, cerdik dan pandai, kuat dan sehat, dengan segala kekuasaan dan kekayaan yang digenggamnya. Ibaratkan bahwasanya ia (teramat) bahagia, dan ukur dan timbanglah seluruh kebahagiaannya ini sebagai suatu kesatuan (unit).”

“Seratus kali kebahagiaan tersebut di atas adalah sama dengan satu unit kebahagiaan para Gandharvas; namun kebahagiaan para Gandharvas inipun tidak berarti seandainya dibandingkan dengan kebahagiaan yang didapatkan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri, dan insan ini tidak memiliki hasrat barang sedikitpun juga.”

Keterangan: Gandharvas adalah penyanyi, pemusik dan para penari di swargaloka. Pitris adalah leluhur yang telah meninggal dunia, dan semua makhluk sorgawi ini bersama para dewa-dewi, merupakan bentuk-bentuk ciptaan selain manusia, mereka ini hidup dan hadir di berbagai loka-loka di alam semesta ini.

“Seratus kali kebahagiaan Gandharvas ini sama dengan satu unit kebahagiaan para Gandharvas kahyangan, namun semua itupun juga sia-sia maknanya, seandainya dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Hyang Jati Diri, dan insan ini tidak memiliki sesuatu hasrat apapun juga di dalam dirinya.”
“Seratus kali kebahagiaan para Gandharvas kahyangan adalah sama dengan satu unit kebahagiaan para Pitris di swargaloka mereka, namun semua itupun sia-sia dan tak berarti dibandingkan dengan kebahagiaan yang didapatkan oleh seorang suci yang menyaksikan Hyang Jati Diri, dan tidak memiliki sesuatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kabahagiaan para Pitris di swargaloka mereka ini sama dengan satu unit kebahagiaan para Dewa; namun semua inipun sia-sia dan tak bermakna sedikitpun dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hynag Jati Diri, dan ia sendiri tidak memiliki sesuatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan para Dewa ini sama dengan satu unit kebahagiaan Karna Dewa, namun semua ini sia-sia dan tak bermakna sedikitpun dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri, dan dirinya tidak memiliki suatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan para Karma-Dewa ini sama dengan satu unit kebahagiaan para Dewa-dewa yang berkuasa, namun semua inipun sia-sia saja maknanya dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hynag Jati Diri di dalam dirinya, dan ia tak memiliki hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan para Dewa yang berkuasa ini sama dengan satu unit kebahagiaan Dewa Indra, namun semua inipun tidak berarti apapun juga dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki hasrat apapun juga.”
“Seratus kali kebahagiaan Dewa Indra ini sama dengan satu unit kebahagiaan Hyang Brihaspati, namun semua inipun sia-sia saja kalau dibandingkan dengan kebahagiaan seorang suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki suatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan Hyang Brihaspati ini sama dengan satu unit kebahagiaan Hyang Prajapati, namun semua inipun tidak berarti apapun juga dibandingkan dengan kebahagiaan seorang resi suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki suatu hasrat apapun juga.”

“Seratus kali kebahagiaan Hyang Parajapati ini sama dengan satu unit kebahagiaan Sang Hyang Brahman, namun semua inipun tidak berarti apapun juga dibandingkan dengan kebahagiaan seorang resi suci yang telah menyaksikan Sang Hyang Jati Diri di dalam dirinya, dan ia sendiri tidak memiliki suatu hasrat apapun juga.”

“Ia yang merupakan Hyang Jati Diri di dalam diri manusia, dan juga Hyang Jati Diri di dalam sang surya adalah satu Jati Diri yang sama. Sebenarnya, barang-siapa faham akan kebenaran ini, maka ia akan melampaui dunia ini, ia akan melampaui lapisan fisik, lapisan vital, lapisan mental, lapisan budhi dan lapisan ego.”
Tersurat: “Barang siapa yang faham akan kebahagiaan Hyang Brahman, yang tak dapat dijabarkan melalui kata-kata maupun tak dapat dijangkau oleh sang pikiran, maka orang tersebut lepas sudah dari rasa takut. Ia tidak akan tertekan oleh sang pikiran."
”Mengapa aku tidak melakukan hal-hal yang baik? Mengapa aku melakukan hal-hal yang tidak baik?”. Barangsiapa mengenal kebahagiaan Hyang Brahman, maka dengan memahami kedua faktor tersebut yaitu kebajikan dan kebatilan, ia akan melampaui kedua-duanya ini.”

Sumber : Terjemahan dari Kitab Taitiriya Uphanisad oleh Mohan Ms, http://shantigriya.tripod.com/

No comments:

>>>

-



-