Ajaran Tauhid dalam Wirid Hidayat Jati
Dalam karya pujangga Ronggo Warsito (1802-1873) berjudul Wirid Hidayat Jati, beliau menjelaskan ajaran Tauhid. Terdapat beberapa tingkatan kesadaran dalam olah spiritual. Kesemua tingkatan tersebut sesungguhnya berawal dari Yang Satu dan tingkatan yang semakin ke bawah hijab atau penghalangnya semakin tebal, sehingga semakin jauh dari Yang Satu. Walaupun demikian, semuanya berada dalam Yang Satu jua. Apabila ada sesuatu yang berada di luar Yang Satu maka akan terjadi dualisme. Perpisahan dengan Yang Satu hanya merupakan ilusi.
Tingkatan Pertama
Dzat Tuhan tidak bernama, karena tidak ada satu namapun yang mampu mewakili keberadaan-Nya. Maka ia disebut Aku, Tuhan Sejati. Berdiri sendiri, tidak berawal, tidak berakhir, Maha Esa. Dia berkeinginan menciptakan makhluk agar makhluk tersebut mengenal-Nya. Tuhan menciptakan makhluk dengan Dzat-Nya, karena tidak ada dzat yang lain. Jadi makhluk bukan barang baru, namun sekedar penampakan dari rupa diri Tuhan. Alam ini bukan ciptaan, namun ada karena menemukan keadaannya, ibarat ombak yang menemukan keadaannya dari samudera. Ombak pada dasarnya adalah tidak ada, yang ada samudera. Makhluk pada dasarnya tidak ada yang ada hanya Yang Esa.
Tingkatan Kedua
Penurunan pertama adalah Nur Muhammad. Orang Islam menyebutnya sebagai Allah. Allah hanyalah nama untuk menyebut diri Tuhan. Sejatinya Tuhan sendiri tidak dapat dijangkau dengan nama. Nama untuk memudahkan pengenalan terhadap-Nya. Kalau manusia mengatakan Tuhan itu ada, maka ada yang mewadahi Tuhan, seperti mengatakan gelas itu ada, maka adanya gelas itu menempati ruang dan ruang lebih besar dari gelas. Itulah sebabnya para leluhur mengatakan Tuhan itu tan kena kinaya ngapa, tak dapat diperkirakan. Ada yang menyebutnya sebagai Keberadaan. Penampakan Tuhan dengan nama Allah ini sudah mengurangi kesempurnaan. Allah sebenarnya bersemayam dalam dzat-Nya. Penurunan ini bukan berarti bahwa Tuhan ada dua. Dia menampakkan diri dalam kualitas menurun agar mudah dikenal. Tingkatan Ketiga Dengan penurunan diri pun masih belum dikenal secara mudah. Tuhan menurunkan lagi menjadi bersifat kemakhlukan. Pada tahap kemakhlukan ini bersifat berpasang-pasangan sebagai cikal bakal penciptaan alam semesta.
Tingkatan Keempat.
Dari yang bersifat kemakhlukan ini terurai menjadi bagian-bagian halus yang belum nampak. Itulah alam arwah, roh-roh yang merupakan sumber kehidupan bagi tiap benda. Kehidupan merupakan syarat mutlak bagi makhluk untuk dapat mengenal Tuhan. Kehidupan alam semesta ini dapat disebut semu, karena telah terlepas dari kehidupan sejati dalam Dzat Tuhan. Kehidupan alam semesta ini ada awal dan ada akhirnya.
Tingkatan Kelima
Sumber kehidupan berupa roh ini tidak akan mampu mewakili keinginan Tuhan, jika tidak disertai sarana atau wadah. Tuhan menjadikan wadah bagi kehidupan tersebut. Tahapan keempat terurai menjadi bagian-bagian yang terpisah yang masih halus. Dalam alam ini manusia sudah ada namun berbentuk jiwa.
Tingkatan Keenam
Pada alam ini, Tuhan menampakkan diri secara menyeluruh. Raga adalah perwujudan rupa diri-Nya. Perbuatan, nama, dan sifat alam semesta adalah Wajah-Nya.
No comments:
Post a Comment