28 February 2010

Melangkah Menuju Pembebasan


Ditengah hiruk-pikuknya hari-hari, kusempatkan sejenak keheningan terserap dalam kesadaranku, memang selama ini hal itu sering terlupakan tatkala pikiran dan raga ini lunglai terjerat aktivitas-aktivitas kefanaan, tubuh yang mulai menua ini agaknya semakin cepat berjalan bersama derunya sang waktu, menjalankan kodratnya dalam kesementaraan, daya tahan tubuh yang semakin berkurang, mata yang semakin merabun, ramput pun mulai memutih.

Sementara itu disisi lain sang nahkoda raga semakin menggila. Pikiran liar yang meloncat-loncat nyaris tak mungkin terkendalikan, pergesekan dengan dunia melahirkan segudang keinginan. Keinginan-keinginan yang masih tertata rapi bagai butiran-butiran air, keinginan yang tidak berdiri sendiri, setiap satu keinginan melahirkan banyak keinginan yang lain, seperti ledakan berantai bom atom, antara pola kerja pikiran dan rantai energy atom keduanya memiliki kesamaan prinsip.
Keliaran pikiran bagai kobaran api, sekecil apapun nyalanya kalau dibiarkan akan membakar hutan belantara kesadaran kita. Dan keinginan adalah bahan bakarnya.
Seperti ilalang kecil ditengah gurun pasir itulah keberadaan kita. Setiap saat sang angin bisa saja mencerabut akar-akarnya dan menghempaskannya. Cakra kehidupan berputar semakin cepat, memburu dan menyapu segala kenangan kita didalamnya. Raga dan kepemilikannya berangsur-angsur lenyap terbawa angin lalu. Namun menyisakan segumpal keinginan yang menyesakkan dada. Mencengkram dan mengikat tangan dan kaki sang suksma menuju nirvana, menuju moksa, swarga, kebebasan sejati.
Pikiran-pikiran yang gelisah adalah pikiran-pikiran yang berada di masa lalu dan masa depan. Dan kebebasan, swarga, moksa berada dimasa kini, saat ini dan saat ini. Trauma, sakit hati, kebencian, dan sejenisnya berada di masa lalu, harapan, keserakahan, tujuan berada di masa depan mereka mencoba menghantui kita. Memisahkan kita dari kebenaran diri kita. Memisahkan kita dari kebenaran dari kasunyatan, dari Tuhan.

Bila kesadaran kita berada pada saat ini, dan selalu terjaga dalam kekinian, kita berada di pintu gerbang kebebasan. Kita akan selalu gembira dan bebas dari rasa takut. Berarti kita akan selalu bahagia. Kebahagiaan yang berasal dari persepsi pikir. Kebahagiaan yang bersumber dari pemahaman potensi diri.
Kita telah menggapai ketinggian persepsi diri, yang bebas dari segala dogma, aturan-aturan kaku yang mengikat kebebasan kita sebagai pewaris dunia.

Kebebasan sejati,moksa tidak harus terjadi pada saat meninggalkan dan menaggalkan raga. Justru disaat badan bernyawa itu moment yang paling sempurna, raga memang perlu makan, minum, tidur dan bersenggama ,raga boleh rusak, sakit karena memang itulah kodratnya, tetapi potensi diri harus terus berkembang menuju perubahan yang lebih baik. Hidup tanpa rasa takut dan khawatir, bekerja dan berkarya tanpa pamrih. Itulah salah satu ciri dari manusia yang terbebaskan. Raga boleh terikat oleh aturan kodrat tapi kesadaran diri yang memotivasi sang pikiran akan tetap bebas.

Terimakasih Guruji, cahaya kasihmu pelita dalam hidupku.

No comments:

>>>

-



-