08 April 2010

Pesan Bapak Di Facebook


Pesan Bapak Di Facebook,
Catatan bapak tentang komentar saya dalam Facebook pada
22 Desember 2009.


Isi tulisan status profil saya:
“Menerima Yesus sebagai putra Allah sungguh sangat gampang. Menerima diri sendiri sebagai putra Allah sungguh sangat sulit. Tanya kenapa? Karena kita takut disalibkan seperti Yesus. Kita takut berkorban seperti Yesus.” –{Mawar Mistik}

Catatan Balasan Bapak pada 23 Desember 2009,
Please read my note on Christmas just posted (Renungan Natal). Sorry, this time it is in Indonesian. If someone would like to translatein to English, please do so... Thanks, love and Blessing.


RENUNGAN NATAL

Memikul salib bersama Yesus,
Anand Krishna*

Mudah sekali bagi kita untuk mengutip seseorang yang “punya nama” kemudian menjabarkannya apa yang dikatakannya. Mudah sekali bagi kita untuk mengutip Yesus, atau Muhammad, atau Sidharta, atau Krishna kemudian mengomentari kata-kata mereka.
Namun, tidak demikian dengan seorang Yesus. Ketika ditanya oleh para ahli kitap apa yang menjadi „ajaran utama‟-bukan ajaran-„nya‟-tetapi “ajaran‟, titik. Mereka ingin mendengar sesuatu yang bersifat generik, dan berlaku bagi semua.
Maka, tanpa keraguan Yesus pun menjawab bila mencintai Tuhan dengan segenap hati, pikiran dan jiwa- adalah ajaran terutama. Dan, kedua adalah mencintai tetangga kita sebagaimana kita mencintai diri sendiri.
Pernyataan seperti ini bukanlah pernyataan biasa. Pernyataaan seperti ini mengandung resiko yang sangat tinggi. Pernyataan ini menutut “komitmen penuh” tanpa embel-embel, tanpa syarat apapun jua.
Menempatkan Tuhan diatas segalanya.
Dan, menempatkan tetangga sejajar dengan diri dan keluarga sendiri.
Mudah terucap tapi tidak mudah dalam laku.
Maka, para ahli kitab pun tercengang. Mereka tidak terbiasa memperoleh jawaban setegas dan sejelas itu. Kebiasaan para alim ulama adalah mengutip ayat-ayat suci. Mereka tidak berani berpendapat sendiri. Mereka tidak berani mengambil resiko.
Tidak demikian dengan Yesus. Ia berani mengambil resiko. Ia tidak membutuhkan dukungan kitab suci atau ayat-ayat suci untuk menyampaikan kebenaran. Inilah salib Yesus. Keberaniaanya ini yang menjadi salib yang masih juga dipikulnya hingga kini.
“Apa yang tidak kau hendaki bagi dirimu, jangan kau lakukan terhadap sesama manusia- inilah inti ajaran Torah. Sisanya sekedar penjabaran dari ajaran itu.” Talmud juga menyampaikan hal yang sama. Tetapi, siapa yang peduli? Siapa yang Ingat? Para Alim ulama dan ahli kitab sibuk mengutip ayat-ayat suci, seorang Yesus sibuk melakoni ayat-ayat itu.
Yesus adalah seorang pemberani sekaligus pemberontak. Masih ingat apa yang dilakukannya di bait suci? Ia seorang diri. Para murid yang berjumlah sedikit itu malah meminggir. Para penonton bingung, karena apa yang mereka saksikan saat itu adalah sesuatu yang baru.
Yesus, seorang diri mengobrak-abrik gubuk para pedagang dan para penukar uang yang menempatkan diri sebagai calo Tuhan.
Adakah keberanian seperti itu didalam diri kita?
Bila tidak, maka jadilah kita pemuja bangkai, gambar, patung, kitab dan tempat- yang semuanya kemudian tidak lebih dari berhala.
Bila kita tidak berani memikul salip kita masing-masing bersama Yesus, maka biarlah hati kita, nurani kita, jiwa kita menangisi kelemahan diri di malam natal. Tidak perlu merayakan Natal dengan menyalakan pelita dan lilin, karena hati yang lemah tidaklah menjadi kuat dengan cara itu.
Apakah arti kelahiran Yesus?
Setiap detik banyak orang yang lahir, dan banyak pula yang mati. Setiap Natal kita merayakan kelahiran Yesus, sebagaimana kita merayakan kelahiran saudara kita pasangan kita, anak kita-lantas apa? Apa bedanya? Barangkali Natal lebih meriah itu saja?
Kelahiran yesus tidak bisa dipisahkan dari kayu salib yang kelak dipikulnya. Kelahiran Yesus hanyalah menjadi bermakna bila saat menyalakan lilin untuk merayakannya, kita juga memungut kayu salib yang diatas altar dan memikulnya. Pajangan itu mesti turun dari dinding dan berpindah tempat keatas pundak kita.
Keberanian Yesus, kegigihannya untuk menghadapi segala tantangan hidup- inilah kemuliaan dan keillahiannya. Kematiannya diatas salib dan kebangkitannya kembali mesti “terulangi dalam hidup kita masing –masing.
Adakah keberanian di dalam diri kita untuk terlebih dahulu-jauh-jauh hari sebelum merayakan kelahiran Yesus- menguburkan jiwa kita yang lemah, hati kita yang alot dan pikiran kita yang kacau?
Biarlah keangkuhan, dan keserakahan kita mati diatas kayu salib. Biarlah jiwa kita yang tersentuh oleh kesadaran kristus bangkit kembali untuk berkarya di tengah kegaduhan dan ketakwarasan dunia ini dengan tetap mempertahankan kewarasan diri. Barulah setelah itu, malam kelahiran Yesus menjadi bermakna bagi kita.
Yesus tidak mengurusi kerajaan dunia, ia mengurusi kerajaan Allah. Ya, betul,tetapi milik siapa pula kerajaan, bahkan dunia ini, alam ini?
Bukankah semua milik Allah? Bukankah Kerajaan Allah berada di dalam diri kita masing-masing?
“ Tidak mengurusi kerajaan dunia” , mesti di maknai sebagai “ tidak mengurusi apapun jua karena keterikatan kita dengan dunia.”
Urusilah keluarga dan dunia, karena semua itu amanah Allah. Tugas yang di berikan oleh kita oleh Gusti Pangeran.
Jadikan malam Natal ini Malam yang bedadari malam-malam Lain. Isilah malam natal ini bukan saja dengan lagu, dansa, pesta dan kebaktian tetapi dengan pencerahan baru, kesadarn baru.
Yesus tidak kemana-mana, Yesus ada di sini. Ia tidak pernah lahir tidak pernah mati. Ia selalu ada. Kadang kita melihat-Nya dengan jelas, kadang tidak. Bukan karena Ia menghilang, tetapi mata bathin kita yang berkabut.
“Bu, bu,” saya pernah bertanya pada seorang ibu asuh saya asal Solo,”kenapa Yesus terlihat begitu sedih?” dan, beliau menjawab, “karena kita sering sedih, sering gelisah,sering sakit.”
Maka, saat itu aku berjanji, “ aku tak akan sedih lagi, tak akan gelisah dan sakit lagi, supaya Yesus tertawa!”
Malam Natal ini adalah malam untuk membuatnya tertawa. Make our Lord happy, walk with Him with your cross on your Shoulder!

Catatan Status saya; di facebook, di hari natal. 25 Desember 2009.
Pagi yang indah, selamat Natal diriku, selamat Natal semua. 
Terimakasih Bapa, terimalah sembah sujudku, selama ini kasih-Mu menjagaiku, menyembuhkanku dari kebutaan dan ketidaksadaran diri. Terimakasih bapa, Terimakasih. Dan aku mohon Maaf telah membuat-Mu bersedih. Bapa tersenyumlah untukku di hari bahagia ini.

Gambar kiriman Bapak



















Terimakasih Bapak, we love You.
25 Desember 2009.

No comments:

>>>

-



-