28 February 2010

Sepenggal Cerita Sederhana Tentang Bejana



Bejana indah yang terbuat dari emas
Ada apa dengan si bejana, kalau bejana terbuat dari emas pasti mahal ya? Ia mungkin tidak lagi akan berfungsi sebagai alat penampung air lagi. Ia akan beralih fungsi, ya beralih fungsi bila berada pada tempat dan tangan yang berbeda.
Bejana emas ditangan seorang pengemis. Ya ia akan berubah wujud dan fungsi ia bukan lagi sebuah bejana, tapi sebuah harta karun yang mampu mengubah hidup si pengemis dalam hitungan detik, menit. Dalam sekejap si pengemis akan berubah status. Kemungkinan besar yang terjadi adalah ia akan menjual Bejana itu, tidak mungkin ia akan menyimpannya apalagi menggunakannya sebagai tempat air.
Bejana ditangan pedagang kaya. Ia akan menjadi barang antik yang bisa di pajang di etalase tokonya, mungkin dipasang sebagai salah satu koleksi berharga yang mewah. Ia akan menjadi obyek seni bagi pemiliknya, menjadi sesuatu yang mempunyai nilai prestise. Sebagai seorang pedagang si pemilik bisa saja menyimpan atau melepaskannya ke pasar menjadikanya obyek lelang.
Bejana ditangan seorang raja. Lain soal kalau ia berada di tangan seorang raja, maka bejana akan berfungsi sebagai bejana, tempat menampung air, tempat mencuci tangan. Mungkin sang raja tak akan pernah menyentuh atau memperhatikan secara detail bejana itu. Hanya para pelayan saja yang setiap hari mencuci dan mengisinya dengan air. Hanya para pelayan saja yang setiap hari berhubungan dengan kebersihan bejana dan isinya, bahkan ia bisa mengurusi lebih dari satu bejana dalam sehari.

Berlanjut....

Bejana-bejana tempat air
Namun cerita ini bukan cerita tentang pengemis, pedagang kaya ataupun kehidupan seorang raja. Tapi tentang bejana, ya tentang bejana dan pelayan.
Bukan tentang bentuknya yang indah, bukan tentang bahan bakunya yang sulit didapat, maupun harganya yang mahal. Tetapi tentang fungsi dan hasilnya dalam menyimpan air.
Yah apapun bahan bakunya entah besi, tembaga, beling, tanah liat atau apapun. Entah berharga beberapa rupiah beberapa dollar beberap juta, itu tidak penting di sini. Yang penting adalah bahwa ia tidak bocor, kotor, tidak karatan. Berapapun ukurannya tidak menjadi soal.
Yang terpenting ia bersih, higienis bebas dari kuman. Karena yang akan di wadahi, ditampung disini bukan sekedar air biasa, tapi air murni kehidupan, air kebijaksanaan. Ajaran-ajaran luhur yang akan mampu menempatkan bejana di tempat terhormat. Menempatkan bejana pada fitrahnya pada kodratnya, Apa arti nilai kehormatan bagi sebuah bejana selain mewadahi air dengan baik. Sebuah kenistaan bila ia di acuhkan dari fungsinya, menjadi tempat sampah misalnya khan sudah ada tempat sampah yang berguna untuk itu. Untuk digunakan sebagai tempat makan misalnya khan udah piring untuk melakukan hal itu.
Namun begitu jangan menyimpan air terlalu lama dalam bejana, seberapapun bersih air yang kita tuangkan akan menjadi kotor bila air dalam bejana terlalu lama tidak segera diganti ia akan menjadi sarang kuman dan bakteri. Maka air dalam bejana itu perlu berproses. Perlu mengalami perpindahan tempat dan wujud.

Selanjutnya.....
Lalu apa hubungannya bejana dengan diri kita, dengan jiwa kita, dengan kesadaran kita.
Tentang bahan baku bejana. Apapun bahan bakunya jangan lupa pada fungsinya?
Tentang kita. Dari manapun kita berasal, apapun suku kita, apapun ras kita, apapun tradisi, bahasa dan agama kita. Jangan lupa peran kita sedang apa dan ngapain di dunia ini?

Tentang harga sebuah bejana. Seberapa pun murah dan mahal harga sebuah bejana jangan lupa pada fungsinya?
Tentang kita. Dari siapa kita lahir, siapa keluarga kita, apa profesi kita, apa jabatan kita, seberapa banyak kekayaan yang mampu kita warisi, kita kumpulkan, jangan lupa peran kita. Sedang apa dan ngapain di dunia ini?

Tentang bentuk dan keindahan bejana. Bagaimana pun indah dan bagus bentuk dan disain suatu bejana jangan lupakan fungsinya sebagai bejana?
Tentang kita. Betapa tampan, cantik dan seksi, betapa populer dan terkenalnya kita, betapa sehat dan kuat. Betapa lemah dan tua diri kita, betapa ringkih dan sakit diri kita. Jangan lupa sedang apa dan ngapain kita didunia ini?

Lalu siapa yang paling memahami, mengerti tentang fungsi dan perawatan bejana? Siapa? Si pembuat bejanakah? Si pengemiskah? Si pedagang kayakah? Seorang rajakah? Atau justru sang pelayan yang setiap hari mencuci dan mengisi bejana?
Diantara Tuhan, para pengumpul harta materi yang kaya raya, para cerdik-cendikiawan yang merasa paling jenius, para alim ulama yang merasa paling beragama? atau para pemimpin negeri yang berkuasa?
Atau siapa? atau justru seorang pelayanlah yang tahu? Lalu siapakah dia sang pelayan ini?
Menurut pandanganku ada dua yang paling mengetahui tentang bejana ini. Si pembuat bejana dan pelayan.
Tetapi, sang membuat bejana hanya membuat dan memastikan komposisi yang tepat antara bentuk, bahan dasar dan pesanannya saja. Dan ia hanya memastikan bahwa barang buatannya sesuai dan tepat dari beberapa unsur yang menjadi pertimbangan diatas. Ia tidak bisa memastikan dengan tepat kondisi bejana setelah pindah tangan ke pihak lain. Ia hanya tahu membuat dan kurang peduli dengan kemana dan bagaimana bejana itu selanjutnya. Lalu bila kita menganggap si pembuat bejana sebagai Tuhan, lalu apa perannya lebih jauh terhadap kita? Terhadap bejana-bejana yang berada dalam diri kita? Apa?
Lalu di sisi lain di rumah-rumah mewah, istana-istana megah selalu ada pelayan yang memastikan tentang fungsi dan keberadaan bejana.
Para pelayan ini tahu betul mengapa bejana mesti dibuat, bagaimana membersihkan bejana, mengisinya dengan air, dan tahu pasti kapan air dalam bejana yang kotor harus di ganti. Ia tahu persis tentang fungsi dan isi bejana. Ia tahu persis kapan bejana kotor kapan perlu pembersihan.

Berikutnya....
Setiap kita yang bernyawa, terutama yang mempunyai pikiran yang bisa berpikir. Yang mengetahui keberadaan ke’bejana’an diri. Yang sedikit sadar akan fungsinya, pasti akan berusaha dan memastikan bahwa bejana yang berada dalam dirinya akan selalu bersih dan terisi dengan air kehidupan yang menyegarkan, air suci yang berasal dari kebijaksanaan.
Lalu, apakah kita sepenuhnya tahu akan kondisi bejana dan air kebijaksanaan di dalamya dengan baik, sedangkan banyak dari kita tidak tahu menahu tentang bejana, apa lagi tentang keberadaanya.
Saat ini bejana itu banyak terdapat karat-karat emosi, kotoran-kotoran lumpur ketidaksadaran, virus-virus keakuan, dan debu-debu karma masa lalu dan kuman-kuman ketidaktahuan yang melekatnya. Sehingga ia nampak tidak lagi berharga dan indah.
Maka wahai sahabatku, kawan dengarkan suara-suara para pelayan suci, guru sejati biarkan dia bekerja membersihkan bejana kita, dan menuanginya dengan air pencerahan yang menyejukkan.
Jangan terlalu banyak bertanya, jangan terlalu banyak protes, jangan terlalu banyak meminta. Ia tahu segalanya tentang semua itu biarkan Ia bekerja. Kau hanya memastikan saja agar bejana itu dekat dengan dia, dan merendahkannya dibawah kaki-Nya, itu saja.
Setelah itu jangan tengadah, tunduklah saja kepalamu agar kau bisa melihat kilauan bejanamu sendiri dan menyaksikan dengan jelas air suci kehidupan yang mengalir, semakin kau meletakkan bejana lebih rendah maka air yang Ia tuangkan semakin mengalir deras dan banyak, kau tidak perlu repot mengganti isinya. Cukup memastikan bejanamu berada lebih rendah, berada tepat bawah kakinya. Air kehidupan yang Ia tuangkan tidak akan pernah pernah surut. Bahkan kini kabarnya asosiasi para pelayan semesta raya telah membuat pancuran permanen dari air pegunungan. Ia telah membuat waduk dan bendungan raksasa demi secuil bejana kecil kita. Wow .....
Pastikan bejanamu berada dekat di pancuran-pancuran yang di buat agar bejana kita menjadi bersih, higienis dan selalu terisi penuh dengan air kesegaran, hingga ia akan berkilau indah dalam perannya sekalipun bejana itu terbuat dari plastik daur ulang dan tidak seberapa hargany.
Hidup bejana....., Hidup bejana ...


Cerita konyol tentang bejana

Tulisan ini akan penulis akhiri dengan kisah dari Bawa Muhayaiddeen.
Menurut sufi dari Amerika serikat itu, setiap penganut agama adalah musafir yang sedang mengembara di gurun pasir untuk menuju suatu tempat keabadiaan.

Kita ibaratnya sedang mencari air kesejukan di sebuah oasis untuk bekal dalam perjalanan panjang ini. Sesampai di oasis itu, sebagian besar manusia lupa mengambil air kesejukan karena lebih suka melihat perbedaan wadah air itu. Ada yang membawa wadah air dari logam, ada yang dari kuningan, ada yang dari kayu, tanah liat dan sebagainya.
Manusia saling menyalahkan bahwa wadah yang dibawa orang lain salah. Dan menyatakan bahwa wadah airnya yang paling baik, paling mahal, paling kuat paling....., mereka mengharuskan orang lain itu memakai wadah seperti yang dimilikinya. Mereka juga sering beradu pendapat, berkelahi bahkan saling membunuh. Demi pendapatnya tentang wadah air itu, mereka telah melupakan fungsi dari wadah air dan tujuannya datang ke oasis itu. Ketika waktunya telah habis, mereka tidak sempat mengisi wadahnya dengan air kesejukan. Bukan apa-apa, tapi mereka telah menyia-nyiakan waktu itu saja.
Mereka yang mempermasalahkan bejana dengan mereka yang sedang berusaha mencuci, membersihkan bejana sebenarnya sama saja, hampir sama, mereka beda tipis. Perbedaan hanya terjadi pada waktu saja, itu saja. Yang satu berada pada beberapa kurun waktu yang lalu, sedang kelompok yang lain sudah melesat jauh ke masa depan itu saja. Tidak lebih.

Sebuah coretan kecil hasil renungan diri hari ini.

2 comments:

Anonymous said...

Selamat berkarya Bung!!! Gali dan kenali potensi dirimu!!

Anonymous said...

Jangan takut mengungkapkan sesuatu yang kau anggap benar, tetaplah belajar dan berjalan!! keberadaan akan selalu membimbingmu..

>>>

-



-