08 August 2010

Melampaui Pengalaman Melihat Kesejatian



Di tulis sekedar sebagai olah kontemplasi diri.

Para suci mengatakan bahwa orang-orang yang telah mencapai Pencerahan berada jauh dari kekotoran bathin. Ini tidak berarti bahwa mereka membebaskan diri dari kekotoran jiwa, sama sekali tidak demikian, ibarat daun teratai yang berada di dalam kolam. Daun muncul dari dalam air, keduanya saling berdekatan dan berhubungan, namun daun yang tumbuh tidak menjadi basah dan kotor. Air dan lumpur bisa di ibaratkan sebagai kekotoran bathin, dan daun sebagai kesadaran yang tumbuh dalam pencerahan.

Pikiran seseorang yang tekun berlatih dan berdisiplin diri dalam jalan spiritual akan mendapati dirinya dalam arus pikiran yang tenang dan tidak begitu liar lagi. Ia ada pada tempatnya. Ketenangan yang intens dan semakin mendalam ini akan semakin meningkatkan pengalaman dan pemahaman akan berbagai rasa dan kesan yang dapat di respon oleh pikiran.

Suka dan duka, baik dan buruk, dan berbagai konflik dualitas, semuanya muncul timbul dan tenggelam, dan mereka mulai memahami dan menyadarinya. Mereka mulai posisi dirinya dari sebagai pelaku yang terkendali oleh pikiran menjadi seorang saksi, yang mulai memahami setiap aktivitas pikiran. Dan mencoba menempatkan setiap pikiran yang datang sebagai tamu- tamu yang sekedar numpang  lewat.

Dan mereka tidak membiarkan para ‘tamu Pikiran’ yang sedang berkunjung membasahi kesadaran mereka. Dengan kata lain mereka tidak melekat pada apapun. Tidak ada pencapaian yang mesti di capai, tidak ada tujuan yang mesti dituju. Pikiran mulai berevolusi menjadi benih kesadaran.

Setiap unsur pertentangan lahir dalam pikiran dan tumbuh besar menjadi ego-ego.  Ketika jiwa terjebak dalam alur pikiran yang tak berkesudahan. Ia akan mencercap berbagai rasa, pahit, getir, manis, asam, asinnya pengalaman. Memutar setiap rasa bagai dalam arus waktu yang tak berkesudahan.

Dan untuk mengetahui apa yang terjadi, harus dengan membuka pikiran, dan memahami setiap aroma rasa yang lewat. Mencicipi rasa manis sebagai manis, asem sebagai asem. Ketika subyek tidak lagi terikat obyek, dan memandang obyek sebagai obyek. Maka dengan sendirinya keterikatan subyek terhadap obyek akan terlepas. Rasa akan memahami manis sebagai sifat manis dan pahit sebagai sifat pahit. Ia tidak lagi terkendali oleh setiap aroma rasa.

Ketika bathin mulai melihat bahwa setiap manusia adalah sebuah jiwa, sebuah roh yang sedang berekspresi dan tumbuh, dan sekedar memandang nya sebagai seonggok daging . maka bathin mulai mulai berkembang ke hal-hal yang lebih lembut, sesuatu yang lebih bermakna. Yang melampaui ukuran-ukuran fisik. Pikiran mulai berkembang menjadi kesadaran.

Ia bukan lagi seorang manusia kecil lintang pukang yang sedang merindukan dunia. Tetapi dunia yang sedang berekspresi dalam tubuh manusia. Ia telah terbebas dari belenggu-belenggu ciptaan tubuh, meski ia hidup dalam tubuh, kesadarannya terus meluas. Meluas menjangkau dan menyatukan setiap konsep dalam pemahaman.

Orang ini telah melihat kesatuan dari segala sesuatu. Ia merasa sebagai bagian dari setiap sesuatu. Tak ada lagi sesuatu yang menjeratnya. Ia bukan hidup dalam waktu, ia telah melampaui waktu. Meski secara tampilan fisik tubuhnya muklai aus tergerus waktu. Tapi jiwa yang kekal telah mencercap api kesadaran, dan ia terus tumbuh.

Ia telah mendapati bahwa segala sesuatu di dunia ini hidup dan saling kait-mengkait, banyak ya satu, satu ya banyak dan segalanya terus mengalami perubahan, segalanya teus berevolusi menggapai kesempurnaan.
Namun untuk melangkah dalam arus ini, yang diperlukan hanyalah keterbukaan diri dan reseptifitas. Karena selama ini, kebiasaan-kebiasaan, pandangan-pandangan lama selalu menipu. Namun bila disadari, ‘Kesadaran’ akan memahami dan mengabaikan semua itu. Ibarat cerita bohong yang gencar disebarluaskan. Pada saat ‘kesadaran’ mengetahuinya, ia akan mulai mengubah arah. Karena ia sadar saat ini penipuan sedang berlangsung.


Terimakasih. Jaya Guru Deva.



No comments:

>>>

-



-