19 October 2010

Membersihkan Ruang Bathin


Dalam salah satu surat cinta Guru dituliskan Ia yang mengetahui sifat kebinatangan dalam diri orang lain adalah kebinatangan didalam diri, ia yang melihat kebuddhaan dalam diri orang lain adalah Buddha didalam diri. Setiap kita menunjukkan jari telunjuk kita kearah seseorang, maka keempat jari yang lain akan menunjuk kearah kita. Inilah kebenaran yang nyata.
Aku kurang tahu persis apa yang terjadi diluar sana kekerasan ada dimana-mana, dari seorang bocah SMP sampai tingkat para agamawan akrab dengan tradisi-tradisi kekerasan, yang kuat menindas yang lemah, kelompok mayoritas mendzolimi kelompok yang minoritas dan terpinggirkan, merasa bahwa kelompoknya, ajarannya yang paling benar, sehingga terjadi aksi pemaksaan pendapat dimana-mana, suara kasih, suara nurani yang luhur tak lagi terdengar, debu ketidaksadaran sudah membaur kemana-mana.

Ah, lebih baik aku memeriksa kelemahan diri. Jangan diluar dibathin inipun masih tersisa banyak debu-debu kemunafikan dan ketidaksadaran. Lebih baik mengurus diri sendiri dulu sebelum mengurus orang lain. Demikian aku menasehati diriku.

Setiap persepsi dan pemahaman yang selama ini kudapat dalam setiap pengalaman selalu mengajarkan untuk selalu menengok kedalam diri, untuk selalu menoleh kedalam diri. Memeriksa setiap detil kelemahan yang mungkin tidak disadari. Realitas yang terlihat diluar hanyalah refleksi, hanyalah sekedar pantulan dalam keadaan jiwa yang berada didalam. Aku sedih karena aku melihat kepiluan sebagai kesedihan. Aku gembira karena merasakan sesuatu, sesuatu yang terasa pantas untuk dirayakan, hingga aku merasa gembira. Ya semua hanya sekedar anggapan, realita semu yang selama ini kuanggap nyata.

Namun dalam kasunyatan yang lebih mendalam ku mencoba mengurai setiap benang kusut permasalahan. Ya mengurai sebatas pemahamanku saat ini. Melalui bimbingan dan berkah Guru, setiap akar-akar dari setiap permasalahan semua mulai terlihat. Semua berakar dari penglihatan kita, persepsi kita, pikiran kita. Dalam pikiran yang kalut aku melihat kekalutan, bagaimanapun baiknya suatu keadaan aku tetap memandangnya sebagai sebagai kekalutan, dan tidak bisa melihat yang lain selain kekalutan didalammya. Bagaimana bisa aku melihat benda dengan jelas bila penglihatanku masih rabun, masih berdebu, terlebih posisikuaku berada dalam gelap.

Namun semuanya akan lain bila aku berada dalam ketenangan, ketenangan yang nyata bukan sekedar ketenangan temporal, tapi ketenangan yang bersumber dari kesadaran, dari pemahaman akan kebenaran jati diri yang abadi adanya. Ketenangan dari kedalaman bathin yang merasa sedikit tersentuh dari indahnya kasunyatan. Suatu keadaan yang hanya bisa diperoleh dari berkah Gusti, dari bimbingan dan berkah Murshidku.

Dalam api kesadaran tidak ada kebohongan, tidak ada penderitaan, semuanya sirna oleh matahari pengetahuan sejati. Semua rasa nyeri, kekalutan yang menghinggapi diri adalah sekedar proses penjernihan. Terasa berpindah dimensi dari seorang pelaku menjadi seorang saksi, seorang saksi yang melihat indahnya kehidupan dengan rasa takjub.

Dan menurut Guruku, satu-satunya jalan untuk mengatasi hal ini hanyalah satu, meniti kedalam diri. Menyelami diri, melihat segala akar permasalahan bersumber dari ketidaktahuan diri dan berserah diri dalam bimbingan Murshid. Demikian sebatas pemahamanku.

Terimakasih Guru, Jaya Guru Deva.



No comments:

>>>

-



-