18 October 2010

Secercah Pelita yang Bersemayam Dalam Hati


Bagaikan berjalan di kegelapan malam yang pekat. Setiap ayunan langkah kakiku kerap terbentur bebatuan terjal , aral yang menghadang. Dan luka-luka yang tergores dari duri-duri masa lalu masih terasa nyeri dan perih. Namun langkah-langkah kaki itu tak mau terhenti, ia kian kemari berputar-putar tak tahu arah.
Dalam kegelapan ruang yang sempit ia semakin congak. Dengan seonggok pengetahuan-pengetahuan sampah ia dengan angkuh berjalan dalam lorong hidup yang pekat. Ya berbekal pengetahuan pinjaman dari setumpuk kitab suci, ia menjadi tinggi hati. Tak menyadarai bahwa ia masih dalam lumpur pikiran yang gelap. Pengetahuan yang belum menjadi pengalaman sungguh kurang berguna. Ia mesti di terjemahkan dalam kehidupan sehari-hari. Tak terasa telah sekian lama aku berjalan dalam kegelapan jiwa yang konyol. Hilir mudik bagai angin lalu. Sebentar ada-sebentar tiada dalam kebohongan realita yang semu. Aah selama ini aku masih terjebak oleh pengetahuan pinjaman.
Aku tak tahu mesti bagaimana dengan hidup ini, yang kutahu hanyalah kepedihan dan kebingungan yang berulang. Suka datang menghapus setiap duka, duka datang menutup setiap rasa suka, silih berganti mengisi hari-hari. Berlanjut dan berjalan terus tanpa mengenal kesudahan. Dalam gelap itu kulihat keriput-keriput tubuh mulai menggerayangi wujud fisikku. Merampas kuota hidupku dalam waktu. Aku tak tahu apa sebenarnya yang terjadi. Ada apa dengan hidup, aku tak tahu apa yang sedang terjadi. Yang pasti kutahu maut sedang mengincarku. Dialah sahabat sejati yang senantiasa sabar menanti. Menunggu saat pertemuan itu tiba.

Haruskah aku menemui-Nya pada saat meninggalnya tubuh fisik ini, ya karena aku yakin yang musnah hanyalah tampilan ragawiku, tapi jiwa ini akan tetap abadi. Tetapi apakah jaminannya bahwa nanti setelah aku mati, aku dapat bertemu dan bersatu dengannya. Adakah sesuatu yang bisa menjaminnya. Bukankah lautan kehidupan ini penuh dengan ketidakpastian. Hanya berkah Gustilah segala sesuatunya terjadi.

Bukankah saat ini adalah moment yang paling tepat, untuk berlatih, ya berlatih membebaskan diri dari keterikatan semu, pengetahuan semu, dan pemahaman terhadap konsep-konsep semu yang selama ini membelenggu diri. Aaah aku terlalu banyak berteori dan berfilsafat ria, namun tak tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi pada diriku.

Hingga suatu ketika berkah Gusti datang menyapaku, Gusti mengirim aku seorang Guru, seorang murshid yang telah terlatih untuk memungutku dari kegelapan. Melalui Guru, Gusti sedang bekerja, demi kebaikan jiwaku. Membersihkan tubuhku dari kotoran, dari belepotan lumpur kebodohan dan ketidaktahuan. Kasih-Nya memelukku dalam hangat.

Secercah nyala lilin itu sekarang mulai menyala, meski masih redup ia cukup menerangi selembar hatiku yang masih gelap. Secercah pelita yang bersemayam dalam hati. Ya pelita yang cukup untuk menerangi relung jiwa, petunjuk jalan yang nyata dalam gelap. Hingga aku tidak lagi perlu berputar-putar lama membuang waktu. Gusti telah memberkahi, Guru telah datang menjemput. Beliau telah terlatih dalam setiap kegelapan, beliau tahu betul jalan mana yang mesti kutempuh dan jalur mana yang mesti kuhindari.

Perwujudan Guru diluar diri sesungguhnya adalah manifestasi Guru didalam diri, berkah Gusti mempertemukan keduanya. Kebenaran diri yang sesungguhnya yang selalu terjaga, selama ini nampak terkesan tertidur karena tertutup debu ketidaktahuan dan kegelapan. Kehadiran Guru diluar diri, membangunkan Guru sejati didalam diri.

Terimakasih Guru, Hadirmu bagai Matahari yang menyibakkan kegelapan malam. Sehingga semua keindahan yang selama disembunyikan oleh kegelapan kini mewujud nyata indah dan berseri-seri. Oooh ternyata hidup begitu indah, sayang untuk dilewatkan. Terimakasih Guru, karena berkah-Mu, kini setiap detik waktu adalah moment yang indah. Kekinian yang nyata.

Terimakasih Guru, Jaya Guru Deva.

No comments:

>>>

-



-