13 April 2010

Spiritualitas dan Kerendahan Hati

Sebuah cerita sederhana
Suatu ketika seorang ibu mencoba memandikan anaknya yang masih kecil, namun disana terlihat si anak menangis dan merengek-rengek agar pakaiannya jangan dilepas. Padahal sangat jelas bahwa tubuh si anak begitu kotor dan belepotan lumpur karena seharian bermain.
Demikian kasih seorang ibu, ia begitu tulus dan memperhatikan kebersihan dan perkembangan dari anak-anaknya. Selain memandikan sang ibu juga mencucikan semua pakaian yang kotor sehingga menjadi bersih dan layak untuk di pakai oleh si anak.
Mengoreksi kelemahan diri
Demikian pula yang akan selalu terjadi manakala kita belajar spiritual. Keakuaan atau ego pribadi merupakan penghalang utama bagi kita dalam usaha meniti kedalam diri. Sekian banyak pengetahuan yang kita peroleh selama ini, baik lewat buku-buku, ceramah-ceramah dan lain sebagainya sepertinya hanya bisa menjadi makanan bagi otak saja.
Ya semua itu memang di perlukan, namun tanpa di serta jiwa yang respektif, dan sikap yang rendah hati, nampaknya langkah kita dalam kemajuan spiritual akan terhambat. Seperti cerita di atas.
Bagi seorang pejalan, pengetahuan dapat dijadikan alat yang efektif untuk memicu peningkatan kesadaran, namun pengetahuan yang sama akan menjadi boomerang bagi kita, manakala kita menutupinya dengan ego.
Ibarat seorang yang ingin kembali kekesucian jiwanya ia mesti melepaskan segala identitasnya, segala pakaian yang melekat pada dirinya. Tanpa kepolosan dan bertelanjang bulat mustahil pemurnian diri akan terjadi.
Kerendahan hati langkah awal untuk memahami
Seorang guru hanya akan bekerja dengan baik dan efektif dalam mencuci ketidaksadaran kita manakala kita telah melepas semua identitas dan pengetahuan kita.
Maka kehadiran guru setiap saat sangat diperlukan, kasih guru dapat berupa teguran, tulisan dan pesan-pesan dan apa saja. Termasuk teguran para senior kita yang telah di percaya  menjadi salah satu fasilitator kita. Karena semua itu adalah sebagian cara guru untuk membimbing kita.
Ketika para suci yang telah dan akan sampai di titik tujuan, ia menjadi begitu polos, begitu rendah hati. Sampai-sampai mereka tidak menghiraukan segala intrik, dan berbagai desas-desus yang menyudutkannya. Ia begitu tenang dalam melangkah, langkahnya penuh kepastian mesti ia menyandang raga fisik yang semakin ringkih dan berjalanpun tertatih-tatih.
Begitulah yang selalu terjadi, bila kita telah sampai di rumah Tuhan, bait Allah segala yang melekat pada diri mesti di lepaskan.
Demikian pelajaran yang mampu kupahami untuk hari ini,
Terimakasih Guru,
Terimakasih Para Sahabat,
Terimakasih Keberadaan.

No comments:

>>>

-



-