05 May 2010

Membebaskan Diri dari Belenggu Sempit Perbudakan Pemahaman


Terispirasi oleh status Sahabat, Pak Indi Sujawe. Status yang selalu menggelitik dan menggugah pemahaman ....


Seorang guru berkata pd muridnya "anak-anak makanan apa yg paling halal, jamu apa yg disunnahkan, dan jajanan apa yg sakral?". "lodeh daging onta, jamu beras kurma dan apem tanpa ragi, Ibu Guru!" Serentak murid menjawabnya. Lalu Ibu guru bertanya lagi "apa itu ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wur...i handayani?" Satu kelas menjawab "Wallahualam Bi'sawab, Ibu Guru". (I-one Mamonk)


Orang yg berada di dalam kotak dan tidak pernah sekalipun keluar kotak, akan selalu berfikir bahwa dunia di dalam kotaknya adalah kebenaran tunggal. padahal masih banyak kotak-kotak lainnya dan bahkan ada juga yg tidak berada di dalam kotak manapun. berdiskusi dengan orang seperti ini akan menguras energi.

Terimakasih Pak Indi .......


Setiap manusia adalah unik, ia mempunyai pengalaman yang berbeda satu sama yang lainnya, namun sesungguhnya mereka semua berada pada satu jalur, satu proses yang sama, proses evolusi yang panjang demi kematangan jiwanya, demi penyempurnaan kesadaran rohaninya. Namun dalam pandangan kasat mata kita melihat banyak jalan yang berbeda, namun sesungguhnya menuju muara yang sama.


Batas perpedaan itu terlihat karena keterbatasan pandangan kita, kita terbiasa menerima setiap konsep dan gagasan yang lahir dari analisa-analisa, pandangan yang membedakan manusia, yang memasukan manusia dalam kotak-kotak, tentu saja akan melahirkan manusia dengan wawasan yang terkotakkan pula. Di dalam kotak sempit ini informasi yang dimasukan kedalam jiwa manusia pun juga terbatas, di batasi. Penyampaian informasi yang di ulang-ulang secara intensif dan repetitif akan menjadi suatu kebenaran bagi satu sudut pandang manusia. Sesuatu yang diulang- ulang terus akan menjadi kebiasaan, dan bila hal itu terjadi dalam lingkungan masyarakat yang luas, ia akan menjadi sebuah kebenaran bagi masyarakat tersebut, kebenaran kolektif. Kebenaran yang masih bersifat kolektif, terkotakkan.


Misalnya budaya menyembelih hewan kurban, di dalam kelompok masyarakat tertentu ia akan menjadi sebuah kebenaran, walaupun bila kita teliti secara lebih mendalam hal itu sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai kealamian hidup, pandangan dan budaya menyembelih hewan kurban misalnya mungkin dianggap benar bagi suatu kelompok, namun kurang di setujui bagi kelompok lain.


Ada pula budaya tradisi memelihara jenggot, tradisi menggunduli rambut, tradisi menutupi seluruh aurat dan bagian tubuh sehingga yang terlihat cuma matanya saja. Yang konon katanya semua itu dilakukan demi sesuatu pandangan yang mereka anggap paling benar. Kita berpendapat bahwa daging babi itu haram, daging sapi itu halal, kita berpendapat kawin kontrak, nikah siri itu halal, pornografi itu haram. Kita berpendapat agamaku yang paling diridhoi, kita perpendapat bahwa daging orang-orang kafir adalah halal, dan goyangan pantat wanita itu haram. Lihat tuh banyak gempa gara-gara banyak cewek ngak pake jilbab kata ulama kita. Bahkan dia tidak sadar justeru gempa banyak terjadi di wilayah mayoritas pendukungnya. Lihat pula tuh negeri ini katanya negeri muslim terbesar, dengan tempat ibadah dan gaungnya yang sambung menyambung tiap detik namun nyatanya apa semuanya di penuhi oleh koruptor, dan mafia. Coba kita lihat siapa yang paling banyak bermain, ternyata mereka itu terkenal alim-alim lho di kelompoknya, ternyata apa? Banyak sekali tradisi maupun cara perpikir yang masih terbelenggu oleh kotak-kotak. Kita begitu terbuai dan nyaman berdesak-desakan dalam sangkar emas kepicikan.


Pandangan kita terbatas karena kita masih berada dalam kotak- sempit. Semua orang memiliki kotak ruang yang berbeda, satu manusia bisa memiliki lebih dari seribu kotak, seribu pandangan sempit yang membatasi jiwanya dari kebebasan, ada kotak suku, kotak agama, kotak bahasa, kotak negara, kotak nasip, kotak jenis kelamin, kotak pendidikan dan sebagainya.
Cobalah suatu saat kita keluar dari belenggu kotak kita, dan mencoba mendaki setiap kotak untuk mencapai ketinggian gunung pemahaman, hanya dari puncak inilah kita bisa melihat hidup secara utuh karena dari ketinggian ini, semua batas jalan, peta, kotak dan semua tembok yang selama ini membatasi pemahaman dan ruang gerak kita runtuh.


Dari ketinggian ini yang terlihat hanyalah satu kesatuan yang utuh, segala sesuatu yang yang selama ini merantai kaki dan tangan kita menjadi luluh tersapu oleh keluasan pandangan. Dan semua itu hanya bisa dilihat dari puncak gunung pemahaman. Puncak gunung kesadaran.
Setiap ajaran, setiap pemahaman dan gagasan serta konsep yang dapat menyatukan semua manusia adalah sesuatu yang berasal dari pandangan dari puncak ini. Dan rupanya hanya ‘cinta’ yang dapat menjadi benang yang mengikat dan mengangkat semua keterbatasan ini. Di luar cinta tidak ada benang lain yang sanggup mengikat manusia.


Selama ini kita mempercayai agama namun apa yang terjadi? selama ini kita mempercayai institusi negara namun apa yang terjadi? Selama ini kita menyukai tampilan fisik kita sebagai seorang pria, seorang wanita namun apa yang terjadi? Selama ini kita mempercayai jabatan dan kekayaan kita namun apa yang terjadi?


Setiap manusia mempunyai pengalaman yang unik didalam kehidupannya, namun secara disadari atau tidak ia juga menciptakan persepsi yang berbeda terhadap pemahaman, keyakinan dan sesuatu yang dianggapnya sebagai kebenaran. Setiap pengalaman menciptakan kerangka-kerangka. Dan selama ini yang kita anggap kebenaran adalah sebatas kebenaran menurut kerangka kita.


Teringat Pesan Bapak,


Banyak jalan menuju Jalan raya. Tetapi, sesungguhnya hanya ada dua jalan : Jalan Pengetahuan dan Jalan Pengabdian. Memasuki alam meditasi lewat jalur pengetahuan berarti menyadari “inti kehidupan” lewat instruksi; meyakini bahwa pada hakikatnya segala bentuk kehidupan memiliki “inti” yang sama. Bila “tampak dan terasa “ berbeda, hal itu semata-mata karena sensasi yang kita peroleh…… sesungguhnya perbedaan itu hanyalah ilusi, khayalan. Mereka yang telah melampaui dualitas dan menyadari kembali hakikat diri; mereka yang mengalihkan kesadaran pada kasunyatan, kekosongan; mereka yang tidak lagi membedakan diri dengan yang lain; mereka yang menganggap sama awam dan ulama; mereka yang sudah tidak terpengaruh oleh “kata-kata”, sesungguhnya telah meneliti dan menemukan inti. Mereka berada pada Jalur Pengtahuan. Tanpa melakukan sesuatu, tanpa upaya, mereka memasuki Jalur Pengetahuan.

Kesadaran kita mengalami kemerosotan karena adanya rasa angkuh, karena ke-”aku-an. Kesadaran dan keakuan seolah berada pada dua ujung yang tidak pernah bertemu, tak akan bertemu. Dimana ada keakuan, di sana tidak ada kesadaran. Dimana ada kesadaran, di san tidak ada lagi keakuan, keangkuhan. Selama saya masih mengucapkan “aku cinta kamu”, sesungguhnya cinta saya masih sebatas kata. Dan cinta sebatas kata itu pun terjepit antara aku dan kamu. Untuk membebaskan cinta, sehingga ia dapat mengekspresikan diri, dinding aku dan dinding kamu harus runtuh Do you get my point?

Kita hanya membutuhkan pemahaman yang betul – itulah kesadaran. Pemahaman yang betul langsung membebaskan diri kita dari perbudakan, karena perbudakan itu sesungguhnya pemahaman yang tidak betul, tidak tepat. Memahami yang tidak betul sebagai yang tidak betul – itu pun kesadaran. Tapi, dua-duanya berasal dari ketiadaan. Dan, berakhir pula dalam ketiadaan. Lalu apa bedanya? Itupun kesadaran.

(Dikutip Dari Buku Bhodidharma karya Bapak Anand Krishna terbitan PT, Gramedia pustaka).


Jaya Guru Deva,
Semoga sinar suci kesadaran senantiasa menyinari bathin kita. Rahayu.


Terimakasih Guru,
Terimakasih Para Sahabat,
Terimakasih Kehidupan.

Demikian pelajaran yang mampu kupahami untuk hari ini,

Terimakasih.

No comments:

>>>

-



-